cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
staialhikmahjakarta10@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Hikmah : Journal of Islamic Studies
ISSN : 20882629     EISSN : 25810146     DOI : -
Core Subject : Education,
HIKMAH (ISSN. 2088-2629) is a journal of Islamic Studies which published by ALHIKMAH Islamic Studies Institute Jakarta. This journal is published each semester. It is publication media for research results and the thoughts of lectures, intelectuals, and the observer of Islamic studies. By upholding the spirit of multi disciplinary studies, the HIKMAH journal is providing various research report and articles which related to the f eld of education, social, culture, law, politics, economy, and science. T ey are seriously studied in terms of islamic perspective. the substance of the writings is the responsibility of the writers and doesn’t necessarily ref ected the oppinion of the redaction.
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 14, No 1 (2018): Deradikalisasi Pemahaman Keagamaan Islam" : 7 Documents clear
Penerapan Hukum Secara Gradual Melalui Konsep Makkiyah dan Madaniyyah Muhammad Maksum
Hikmah: Journal of Islamic Studies Vol 14, No 1 (2018): Deradikalisasi Pemahaman Keagamaan Islam
Publisher : STAI ALHIKMAH Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (165.56 KB) | DOI: 10.47466/hikmah.v14i1.95

Abstract

The concept of the Makkiyyah and Madaniyyah is not sufficiently understood as the classification of verses based on time, place, or substance of the verse revealed. The concept of Makkiyah and Madaniyyah also contains the graduation of society development and the determination of law. Society development starts from an uncivilized society towards civilized society (Medina). The graduation of law starts from the conception of a general arrangement towards a more detailed and specific arrangement along with the progress of human growth. The conception of the Makkiyyah and Madaniyyah is thus a legal and social conception, in the sense of showing the existence of graduation. Keywords: Makkiyyah, Madaniyyah, Preaching, Gradually Konsep Makkiyyah dan Madaniyyah tidak cukup dipahami sebagai klasifikasi ayat berdasarkan waktu, tempat, ataupun substansi dari ayat yang diturunkan. Konsep Makkiyah dan Madaniyyah mengandung pula graduasi pembangunan masyarakat dan penetapan hukum. Pembangunan masyarakat berawal dari masyarakat yang tidak beradab menuju masyarakat beradab (madinah). Graduasi hukum berawal dari konsepsi pengaturan umum menuju pengaturan yang lebih detil dan spesifik seiring dengan majunya pertumbuhan manusia. Konsepsi Makkiyyah dan Madaniyyah dengan demikian merupakan konsepsi hukum dan sosial, dalam arti menunjukkan adanya graduasi. Kata Kunci: Makkiyyah, Madaniyyah, Dakwah, Gradual
Pola Asuh Anak Perempuan Gayo Dalam Perspektif Gender Mahyudin Mahyudin; Nurbaiti Nurbaiti
Hikmah: Journal of Islamic Studies Vol 14, No 1 (2018): Deradikalisasi Pemahaman Keagamaan Islam
Publisher : STAI ALHIKMAH Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (232.076 KB) | DOI: 10.47466/hikmah.v14i1.102

Abstract

Family is the first social environment where children can interact. It is in this primary institution that a child experiences parenting. Prolonged parenting will form a habit in children. Teaching good habits is very important to do since the beginning of a child’s life and education through habituation can be done by giving parenting to children or students. Parenting between families with one another are different. Many factors can influence parenting by the family. One of the factors that determine the shape of parenting is culture, so that among tribes and others have different forms of parenting. In providing parenting, the Gayo tribe is strongly influenced by the traditions and culture which they have. They follow to the patrilineal kinship system, which is a fatherly manner, and in principle, this system is a kinship system that draws the lineage of the father or male ancestors. Boys have a very important role in the kinship system of the Gayo tribe, boys are given an important place, because boys are successors and nobility. This such parenting is known as gender bias, because boys and girls get different status and roles based on sex (sex) and not based on their abilities. Keywords: Parenting, Parents, Child, Gender Bias, Gayo Tribe Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama tempat anak dapat berinteraksi. Pada institusi primer inilah seorang anak mengalami pengasuhan. Pola asuh yang berkepanjangan akan membentuk sebuah pembiasaan pada anak. Penanaman pembiasaan yang baik, sangat penting dilakukan sejak awal kehidupan anak dan pendidikan melalui pembiasaan dapat dilakukan dengan cara memberikan pola asuh pada anak/siswa. Pola asuh anak antara keluarga satu dengan keluarga lainnya berbeda-beda. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pola asuh yang dilakukan keluarga. Salah satu faktor yang turut menentukan bentuk pola asuh orang tua adalah budaya, sehingga antara suku satu dengan lainnya mempunyai bentuk pola asuh berbeda. Dalam memberikan pola asuh, suku gayo sangat dipengaruhi oleh tradisi dan budaya yang mereka miliki. Mereka menganut sistem kekerabatan patrilineal yaitu bersifat kebapaan, dan pada prinsipnya, sistem ini merupakan sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan ayah atau garis keturunan nenek moyang laki-laki. Anak lelaki peranannya sangat penting dalam sistem kekerabatan suku gayo, anak lelaki diberikan tempat yang penting, karena anak lelaki merupakan penerus keturunan dan gelar kebangsawan . Pola asuh seperti itulah yang kemudian dikenal dengan pola asuh bias gender, karena anak laki-laki dan anak perempuan mendapatkan status dan peranan berbeda berdasarkan jenis kelamin (sex) dan bukan berdasarkan kemampuan yang dimiliki. Kata Kunci: Pola asuh, orang tua, anak, bias gender, suku gayo.
Syari'ah Sebagai Identitas Politik Negara Modern di Dunia Islam Abusiri, Abusiri
Hikmah Journal of Islamic Studies Vol 14, No 1 (2018): Deradikalisasi Pemahaman Keagamaan Islam
Publisher : STAI ALHIKMAH Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Among Muslims, there are assumptions or thoughts that equalize instantly between Shari’ah and fiqh, namely both of them are identified as Islamic law. In here, there seems to be no clarity of position and territory between Islamic law ( fiqh), which practically is identic with the results of ijtihad, with syari’ah which in its concrete meaning is identical with revelation. Therefore, the translation of syari’ah with Islamic law can actually be seen as a mistake, even though it has been widely used (including what the author uses in this paper). The term Islamic law may be more accurately equated with fiqh, namely the syari’ah which has been interpreted. and need to be poured into a law first (to be a positive law) so it becomes realistic and applicable. But to put it into a law, in order not to be counterproductive and can truly realize the benefit of individual and social life, the syari’ah cannot be applied at glance without a clear formula, perfect planning, precise calculations, and considerations wise, and not merely legalistic and formalistic nuances. Keywords: Syari’ah, Politic Identity, Islamic World, Contemporary Di kalangan umat Islam, terdapat anggapan atau pemikiran yang menyamakan begitu saja antara syari’ah dan fiqh, yakni keduanya sama-sama diidentifikasi sebagai hukum Islam. Di sini tampak tidak adanya kejelasan posisi dan wilayah antara hukum Islam ( fiqh), yang pada prakteknya identik dengan hasil ijtihad, dengan syari’at yang dalam arti kongkritnya identik dengan wahyu. Karena itu, penerjemahan syari’ah dengan hukum Islam sebenarnya dapat dipandang sebagai sebuah kekeliruan, walaupun telah digunakan secara luas (termasuk yang penulis gunakan dalam makalah ini). Istilah hukum Islam barangkali lebih tepat disamakan denga fiqih, yakni syariat yang telah ditafsirkan. dan perlu dituangkan terlebih dahulu ke dalam sebuah undang-undang (menjadi hukum positif) sehingga menjadi realistik dan aplikatif. Namun untuk menuangkannya ke dalam sebuah undang-undang, agar tidak kontraproduktif dan benarbenar dapat mewujudkan kemaslahatan bagi kehidupan individu maupun sosial, syari’ah tidak bisa diterapkan begitu saja tanpa formula yang jelas, perencanaan yang matang, perhitungan yang tepat, dan pertimbangan yang bijaksana, serta tidak bernuansa legalistik dan formalistik belaka. Kata Kunci: Syari’ah, Identitas politik, Dunia Islam, Kontemporer
Pembaruan Hukum Kewarisan Islamdi Turki dan Somalia Lilik Andaryuni
Hikmah: Journal of Islamic Studies Vol 14, No 1 (2018): Deradikalisasi Pemahaman Keagamaan Islam
Publisher : STAI ALHIKMAH Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (522.153 KB) | DOI: 10.47466/hikmah.v14i1.104

Abstract

If we look at the concept of inheritance in Turkey and Somalia, it is different from the determination which is set by the Al-Qur’an, it can even be said to deviate from the al-Qur’an. Turkey is the country with a Hanafi thought, and Somalia is the country with a Syafii thought but in the determination of its inheritance it stipulates the same division, in the meaning that women and men get the same share in terms of the distribution of inheritance, namely 1: 1. Whether the formula 1: 1 mean that it has deviated from the provisions of the Qur’an, whether the formula 2: 1 which the Qur’an has set is not worth justice, then what are the inheritance of women rights in Turkish and Somali family law? What is the purpose of the renewal and what methods are used by the two countries in renewing family law and its progress from traditional figh? These are the questiona which the authors try to answer by tracing various data sources with a focus on the discussion of Turkey and Somalia. This article is a descriptive-comparative study, and the approach used is a normative approach, namely looking at the object of study from the perspective, the opinions of interpreters both traditional and contemporary, so that it can be found what methods the two countries use to carry out family law reform and its progress from traditional concepts. Keywords: Renewal, Inheritance Law, Turkey - Somalia Bila dicermati konsep kewarisan di Turki dan Somalia berbeda dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan al-Qur’ān, bahkan bisa dikatakan menyimpang dari al-Qur’ān. Turki, negara yang bermazhab Hanafi, dan Somalia, negara dengan mazhab Syafi'i, tapi dalam ketentuan warisnya menetapkan pembagian yang sama, dalam artian perempuan dan laki-laki mendapatkan bagian yang sama dalam hal pembagian warisan, yakni 1: 1. Apakah dengan formula 1: 1 tersebut berarti telah menyimpang dari ketentuan al-Qur’ān, apakah formula 2: 1 yang telah ditetapkan al-Qur’ān tidak bernilai keadilan, lalu bagaimanakah hak waris perempuan dalam hukum keluarga Turki dan Somalia? Apa tujuan pembaharuan dan metode apa yang digunakan oleh kedua negara tersebut dalam melakukan pembaharuan terhadap hukum keluarga dan keberanjakkannya dari fiqh tradisional? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang penulis coba jawab dengan melakukan penelusuran terhadap berbagai sumber data dengan fokus bahasan Turki dan Somalia.. Artikel ini merupakan kajian deskriptif-komparatif, dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif, yakni melihat objek kajian dari perspektif nas, pendapat para ahli tafsir baik tradisional maupun kontemporer, sehingga nantinya dapat ditemukan metode apa yang digunakan kedua negara tersebut dalam mengusung pembaharuan hukum keluarganya dan keberanjakkannya dari konsep tradisional. Kata Kunci: Pembaharuan, Hukum Kewarisans, Turki-Somalia
Transformasi Pondok Pesantren dalam Menanggulangi Radikalisme Agama Pada Pondok Pesantren Daerah Penyangga Ibu Kota Jakarta Mundzier Suparta; Suhada Suhada; Taufik Abdillah Syukur
Hikmah: Journal of Islamic Studies Vol 14, No 1 (2018): Deradikalisasi Pemahaman Keagamaan Islam
Publisher : STAI ALHIKMAH Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (269.605 KB) | DOI: 10.47466/hikmah.v14i1.98

Abstract

This article is about the transformation of Islamic boarding schools in tackling religious radicalism in Islamic boarding schools in the capital city of Jakarta. This article uses descriptive methods to obtain the whole picture of the problems found in the field. The unit of analysis used is The Leader or Pak Kyai, Teachers and Students, Santri. The findings in this article are: First, Transforming the purpose of Islamic boarding schools in overcoming religious radicalism in Islamic boarding schools in the capital city of Jakarta by trying to create and develop Muslim personalities who believe and worship unto Allah, good behavior & character and being useful for society. Islamic boarding schools guide students to become adult students, act and think critically and responsibly, also foster an attitude of mutual respect and appreciate for distinctive cultural, customs, race and every other person’s abilities. Second, the transformation of the Islamic boarding school curriculum in overcoming religious radicalism in Islamic boarding schools in the capital city of Jakarta by using a curriculum that teaches the science of comparative Mazhab, so not to give the impression of exclusivity from other thoughts. Third, Transformation of teaching methods in Islamic ~ HIKMAH, Vol. XIV, No. 1, 2018 boarding schools to overcoming religious radicalism in Islamic boarding schools in Jakarta’s capital city by increasing the use of cooperative learning or teaching methods designed to educate group cooperation. Besides being developed to achieve academic learning achievements, the method is also effective in developing social skills and encourages respect for the opinions of others so that it becomes a way to overcome religious radicalism towards Santri. Keywords: Islamic Boarding School, Religius Radicalism Artikel ini mengenai transformasi pondok pesantren dalam menanggulangi radikalisme agama pada pondok pesantren daerah penyangga ibu kota Jakarta. Artikel ini menggunakan metode deskriptif untuk memperoleh gambaran secara keseluruhan permasalahan yang ditemukan di lapangan. Unit analisis yang digunakan adalah Pengasuh atau Kyai Pondok Pesantren, Guru dan Santri. Temuan dalam artikel ini adalah: Pertama, Transformasi tujuan pondok pesantren dalam menganggulangi radikalisme agama di pondok pesantren daerah penyangga ibu kota Jakarta yaitu dengan berusaha untuk menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt, berakhlak mulia dan bermanfaat bagi masyarakat. Pesantren membimbing santri agar menjadi santri dewasa, bertindak dan berpikir secara kritis dan bertanggung jawab, juga menumbuhkan sikap saling menghargai dan menghormati setiap perbedaan budaya, adat istiadat, ras dan setiap kemampuan orang lain. Kedua, Transformasi kurikulum pondok pesantren dalam menganggulangi radikalisme agama di pondok pesantren daerah penyangga ibu kota Jakarta dengan memasukkan kurikulum yang mengajarkan kepada ilmu perbandingan mazhab, sehingga tidak memberi kesan eksklusifisme dari pemikiran lain. Ketiga, Transformasi metode pengajaran pondok pesantren dalam menganggulangi radikalisme agama di pondok pesantren daerah penyangga ibu kota Jakarta dengan memperbanyak penggunaan pembelajaran kooperatif atau metode pengajaran yang dirancang untuk mendidik kerja sama kelompok. Di samping dikembangkan untuk mencapai prestasi hasil belajar akademik, metode itu juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial serta mendorong untuk menghormati pendapat orang lain sehingga menjadi cara untuk menanggulangi radikalisme agama pada santri. Kata Kunci: Pondok Pesantren, Radikalisme Agama
Dampak Pemikiran Ahli Ra'y Terhadap Hukum Islam Kontemporer Taufik Abdillah Syukur
Hikmah: Journal of Islamic Studies Vol 14, No 1 (2018): Deradikalisasi Pemahaman Keagamaan Islam
Publisher : STAI ALHIKMAH Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (224.608 KB) | DOI: 10.47466/hikmah.v14i1.100

Abstract

Some islamic experts, Ulama, say that the Islamic Shari’ah which is contained in the Qur’an and Hadith can be understood its contents. These islamic thinking methods are called “Ra’y” while those involved are called “ahlial-ray”. They also use hadith as the istinbath basis of Islamic law. Only in establishing the law, they say that Nash Syar’I has a specific purpose and cumulatively aims to bring benefit to the human being. The researcher will try to reexamine the things related to Ahlual-Ray, Either thoughts or istinbath methodology, then related with the impact on the thoughts of contemporary Islamic law. This study includes the type of library research which is descriptive analysis through a socio-historical approach. Keydords: Ra’y Expert, Islamic Law Sebagian ulama berpendapat bahwa syari’at Islam yang terkandung dalam al-Qur’an dan Hadits itu dapat dipahami isinya. Metode pemikiran hukum Islam seperti ini disebut ‘ ra’y’, sedangkan orang yang berkecimpung dalam hal tersebut dinamakan ahli alra'y. Mereka juga menggunakan hadits sebagai dasar istinbath hukum Islam. Hanya saja dalam menetapkan hukum, mereka berpendapat bahwa nash syar’i itu mempunyai tujuan tertentu dan secara kumulatif bertujuan mendatangkan kemaslahatan bagi ummat manusia. Peneliti akan mencoba meneliti ulang halhal yang terkait dengan ahlu al-ra'y, baik tentang pemikiran, metodologi istinbath, untuk kemudian dihubungkan dampaknya kepada pemikiran hukum Islam kontemporer. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan (Library Research) yang bersifat diskriptif analisis melalui pendekatan sosio-historis. Kata kunci : Ahli Ra’y, Hukum Islam
Relevansi Kedewasaan dalam Pernikahan dengan Upaya Pencapaian Tujuan Hidup Berkeluarga Samsuri Samsuri
Hikmah: Journal of Islamic Studies Vol 14, No 1 (2018): Deradikalisasi Pemahaman Keagamaan Islam
Publisher : STAI ALHIKMAH Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (234.348 KB) | DOI: 10.47466/hikmah.v14i1.101

Abstract

The regulations for the minimum age for marriage according to the marriage law in Indonesia is relatively high for men but low for women. However, if the author sees qualitatively, those regulations are still far below the standards which are set by WHO. In this fact, it is needed the efforts to increase the age limit. Therefore, in order to develop the concept of marriage law in Indonesia, the author offers to do the reconstruction of those regulations to be 19 years for women and 21 years for men. The determination of the age is because in the author opinion, the physical and psychological development of the future bride has begun to enter the age phase of maturity, although not perfect. Keywords: Maturity, Wedding, Marriage Law Ketentuan batas minimal usia untuk menikah menurut undangundang perkawinan di Indonesia relatif tinggi untuk laki-laki namun rendah untuk perempuan. Adapun jika penulis lihat secara kualitatif, maka ketentuan yang ada tersebut masih jauh di bawah standard yang ditetapkan oleh WHO. Dengan adanya kenyataan ini, maka diperlukan upaya untuk menaikkan batasan usia tersebut. Oleh karena itu, dalam rangka pengembangan konsep undang-undang perkawinan di Indonesia penulis menawarkan untuk dilakukannya rekonstruksi terhadap ketentuan tersebut menjadi 19 tahun bagi perempuan dan 21 tahun bagi lakilaki. Penentuan pada usia ini dikarenakan menurut hemat penulis perkembangan fisik maupun psikis dari calon mempelai sudah mulai memasuki fase usia kematangan meskipun belum sempurna. Kata Kunci: Kedewasaan, Pernikahan, Hukum Keluarga

Page 1 of 1 | Total Record : 7